HASANAH.ID, BANDUNG – ‎Hubungan kerja antara arsitek, kontraktor, dan konsumen (pemilik proyek) dalam dunia ‎konstruksi sering kali menimbulkan persoalan hukum yang kompleks.

‎Hal ini disampaikan ‎oleh H. Yovie Megananda Santosa, S.H., M.Si, seorang advokat dan konsultan hukum yang
‎menyoroti pentingnya kejelasan kontrak kerja di bidang jasa konstruksi.

‎Menurut Yovie, perjanjian antara arsitek dan kontraktor dengan konsumen bukan hanya ‎kesepakatan teknis, tetapi juga dokumen hukum yang mengikat secara perdata.

‎“Pasal 1338 KUH Perdata sudah jelas menyebutkan, semua perjanjian yang dibuat secara sah ‎berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya,” ujarnya.

‎Masalah Umum dalam Kontrak Konstruksi ‎Beberapa masalah hukum yang paling sering muncul, menurut Yovie, antara lain:
‎1. Ketidaksesuaian hasil pekerjaan dengan desain arsitek, yang menimbulkan perdebatan ‎soal siapa yang harus bertanggung jawab.
‎2. Keterlambatan penyelesaian proyek, yang tergolong wanprestasi dan dapat berujung ‎pada tuntutan ganti rugi.
‎3. Perubahan desain atau pekerjaan di tengah jalan (adendum kontrak) tanpa kesepakatan ‎tertulis yang jelas.
‎4. Cacat hasil bangunan setelah proyek selesai, yang sering kali menjadi sengketa antara ‎konsumen, arsitek, dan kontraktor.

‎“Dalam banyak kasus, akar masalahnya adalah kontrak yang dibuat tanpa pendampingan ‎hukum atau hanya berdasarkan kesepakatan lisan,” jelas Yovie.

‎Aspek Legalitas dan Tanggung Jawab
‎Yovie menegaskan, UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mengatur bahwa setiap ‎arsitek dan kontraktor wajib memiliki sertifikat kompetensi dan izin usaha jasa konstruksi ‎(IUJK). Tanpa itu, kontrak kerja bisa dianggap cacat hukum.

‎“Kalau pihak pelaksana tidak memiliki legalitas formal, kontrak tersebut bisa dipersoalkan
‎keabsahannya dan berpotensi dibatalkan,” tegasnya

‎Langkah Pencegahan ‎Sebagai solusi, Yovie menyarankan agar setiap pihak:
‎- Membuat kontrak tertulis lengkap dengan RAB dan gambar kerja.
‎- Menetapkan mekanisme tertulis untuk perubahan pekerjaan (variation order).
‎- Menentukan forum penyelesaian sengketa, misalnya melalui arbitrase konstruksi ‎(BAKN) atau mediasi hukum.

‎“Kontrak yang baik bukan hanya soal hitam di atas putih, tapi juga perlindungan bagi semua
‎pihak,” kata Yovie.

‎Ia menambahkan, proyek konstruksi yang berjalan tanpa dasar hukum yang kuat akan mudah ‎menimbulkan sengketa di kemudian hari.

‎“Asas pacta sunt servanda menegaskan bahwa setiap perjanjian yang sah berlaku seperti ‎undang-undang bagi pihak yang menandatangani. Karena itu, penyusunan kontrak harus ‎disertai pemahaman yuridis yang matang,” tutupnya.

‎Kontak Narasumber:
‎H. Yovie Megananda Santosa, S.H., M.Si
‎Advokat & Konsultan Hukum
‎Email: yoviesantosa@gmail.com
‎HP: 0852-2226-5555 Bu
‎Instagram: @yoviemeganandasantosa

News
Berita
News Flash
Blog
Technology
Sports
Sport
Football
Tips
Finance
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Kekinian
News
Berita Terkini
Olahraga
Pasang Internet Myrepublic
Jasa Import China
Jasa Import Door to Door

Gaming center adalah sebuah tempat atau fasilitas yang menyediakan berbagai perangkat dan layanan untuk bermain video game, baik di PC, konsol, maupun mesin arcade. Gaming center ini bisa dikunjungi oleh siapa saja yang ingin bermain game secara individu atau bersama teman-teman. Beberapa gaming center juga sering digunakan sebagai lokasi turnamen game atau esports.

Kiriman serupa